Indonesia tengah berupaya menurunkan grafik peningkatan kasus harian COVID-19, salah satunya diberlakukannya penutupan bioskop. Muncul kabar dan isu mengenai akan dibukanya kembali bioskop di tanah air. Sejumlah pihak berespon, termasuk dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Di tengah masa transisi menuju new normal, berbagai pelonggaran telah dilakukan. Sejumlah mall dan perkantoran telah beraktifitas kembali dengan berbagai pembatasan dan aturan protokol kesehatan. Muncul berita mengenai bioskop juga akan dibuka kembali untuk umum. Hal ini membuat Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH., MMB, FINASIM, FACP, FACG, mewakili FKUI angkat bicara.
Prof Ari, yang juga aktif menangani pasien-pasien COVID-19 ini, menuliskan lengkap di laman facebook pribadinya mengenai sikap FKUI dan himbauannya terkait akan dibukanya kembali bioskop, khususnya di DKI Jakarta. FKUI menghimbau untuk ditundanya pembukaan kembali gedung bioskop pada masa new normal ini.
Berikut isi lengkap postingan Prof Ari mengenai sikap dan himbauan FKUI terkait pembukaan gedung bioskop :
Imbauan FKUI untuk Penundaan Pembukaan Kembali Gedung Bioskop pada Masa New Normal Pandemi COVID-19
Sehubungan dengan terbitnya Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Nomor 140 tahun 2020 yang salah satunya mengatur izin operasional atau rencana dibukanya kembali gedung bioskop di Jakarta, beberapa pakar lintas bidang ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah melakukan diskusi dan meminta Pemerintah DKI untuk menunda pembukaan bioskop sampai dengan waktu yang belum dapat ditetapkan.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah:
Tanggung jawab masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan sampai saat ini masih kurang. Peningkatan jumlah kasus di DKI Jaya saat masa transisi PSBB selain karena adanya active case finding tetapi juga ada faktor masyarakat abai menerapkan protokol kesehatan.
Berdasarkan scientific brief yang diterbitkan oleh WHO tanggal 9 Juli 2020, dinyatakan bahwa penyebaran atau transmisi SARS CoV2 atau virus penyebab COVID-19 kemungkinan dapat terjadi melalui droplet, airborne, kontak langsung, kontak tidak langsung (fomite), fecal oral, darah, ibu ke anak, dan hewan ke manusia. Dalam hal ini ditekankan penyebaran melalui airborne, yang merupakan pernyataan WHO yang belum pernah disampaikan sebelumnya.
Transmisi secara airborne adalah penyebaran mikroba, dalam hal ini SARS CoV2, virus penyebab COVID-19, melalui aerosol yang tetap bersifat infeksius meskipun terbawa angin dalam jarak jauh. Pada awalnya diketahui bahwa penyebaran virus dapat terjadi ketika dilakukan tindakan medis yang mengakibatkan terbentuknya aerosol (aerosol generating procedures).
Namun demikian beberapa data hasil penelitian membuktikan bahwa aerosol mengandung virus dapat terbentuk dari droplet yang mengalami penguapan ataupun ketika seseorang berbicara atau bernapas. Aerosol kemudian dihirup oleh seseorang yang peka dengan dosis infeksi yang sampai saat ini belum diketahui namun SARS CoV2 dapat bertahan dalam keadaan hidup pada aerosol selama 3-16 jam tergantung suhu, kelembaban dan kepadatan orang.
Penemuan ini didukung dengan adanya laporan beberapa klaster COVID-19 yang berhubungan dengan berkumpulnya sekelompok orang di dalam ruang tertutup, misalnya pada kegiatan paduan suara, restoran, dan fitness. Ruangan tertutup tersebut juga merupakan ruangan dengan ventilasi yang tidak optimal dan kegiatan atau pertemuan dalam waktu yang relatif lama.
Data yang juga harus dipertimbangkan adalah bahwa seseorang yang tampak sehat, tanpa keluhan tidak menjamin bebas dari SARS CoV. Orang tanpa gejala inilah yang bisa menjadi sumber penularan di komunitas. SARS CoV2 dapat dideteksi pada tubuh seseorang:
Pada 1-3 hari sebelum timbul keluhan
Minimal selama 1-2 minggu pada orang tanpa gejala
Lebih dari 3 minggu pada seseorang dengan penyakit COVID-19 meskipun gejala telah hilang
Ruangan bioskop pada umumnya adalah ruangan tertutup tanpa ventilasi dengan pendingin udara yang bersikulasi di dalam ruangan. Apabila ada 1 orang pengunjung saja tanpa gejala tapi mengandung SARS CoV maka akan berpotensi menjadi sumber penyebaran virus kepada pengunjung lainnya. Durasi film yang minimal 1,5 jam akan meningkatkan waktu paparan dan meningkatkan jumlah partikel aerosol yang terhirup.
dr. Anis Karuniawati, Sp.MK (K), PhD (Ketua Satuan Tugas COVID-19 FKUI)
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB (Dekan FKUI)
KOMENTAR ANDA